Agaknya permaisuri Raja Han
Ti Ong sekarang ini ingin pula melihat pengadilan dilakukan di Pulau Es. Para pesakitan yang sudah berlutut di
depan meja, di atas lantai, hanya tiga orang. Seorang lakilaki tinggi besar penuh brewok yang matanya lebar dan
gerak-geriknya kasar, seorang laki-laki muda yang tampan dan seorang wanita yang usianya empat puluhan, namun
masih cantik dan wanita ini berlutut di samping laki-laki muda yang kelihatan ketakutan, tidak seperti
laki-laki tinggi besar dan Si Wanita yang kelihatan tenang-tenang saja. Dengan suara lantang jaksa penuntut
membacakan tuntutan kepada laki-laki tinggi besar yang sudah berlutut ke depan setelah namanya dipanggil, yaitu
Bouw Tang Kui. Bouw Tang Kui telah berkali-kali diperingatkan karena sikapnya yang kasar, suka menggunakan
kepandaian menghina yang lemah dan suka mencuri. Terakhir ditangkap karena melakukan pencurian,mengambil batu
hijau mustika penyedot racun ular milik orang lain. Karena kejahatanya membahayakan Pulau Es, dapat menimbulkan
kekacauan dan permusuhan, maka hukuman yang paling berat patut dijatuhkan atas dirinya, selain untuk
memberantas kejahatan dari permukaan pulau juga sebagai contoh kepada semua penghuni pulau." Hening sejenak,
kemudian terdengar suara hakim tua yang lemah dan agak gemetar, "Bouw Tang Kui, kau sudah mendengar tuduhan
atas dirimu. Kau diperkenankan membela diri." Bouw Tang Kui yang berlutut itu memberi hormat kepada raja,
kemudian dengan suaranya yang kasar dan nyaring berkata,"Hamba mengaku telah melakukan perbuatan itu karena
hamba ingin memiliki mustika batu hijau. Hamba telah menerima banyak budi dari Sri baginda, kalau sekarang
dianggap berdosa, hamba siap menerima segala macam hukuman yang dijatuhkan kepada hamba." Hakim berfikir
sejenak, kemudian sambil mengetok meja dia berkata, "Pengadilan memutuskan hukuman buang ke Pulau Neraka kepada
Bouw Tang Kui." Suasana menjadi hening. Keputusan hukuman ini merupakan yang lebih hebat dari pada penggal
kepala. Banyak di antara mereka yang mendengarkan, menahan nafas dengan muka pucat, ada yang menaruh hati
kasihan kepada Bouw Tang Kui. Akan tetapi pesakitan itu sendiri setelah memandang kepada raja, lalu berkata,
suaranya penuh pahit getir, "Hukuman apa pun bagi hamba tidak terasa berat, yang terasa berat adalah bahwa
hamba dipaksa untuk memusuhi Pulau Es yang hamba cintai!" "Jadi engkau menerima keputusan hukuman?" hakim
bertanya. "Hamba mene...." "Nanti dulu!!" tiba-tiba terdengar suara nyaring dan Han Ti Ong sendiri mengangkat
muka memandang tajam ketika melihat Sin Liong telah berdiri dari kursinya dan mengeluarkan seruan itu. "Harap
Suhu dan para Cu-wi sekalian maafkan saya. Akan tetapi pesakitan berhak untuk dibela dan saya hendak
membelanya. Saudara Bouw Tang Kui ini dianggap berdosa dan memang dia telah melakukan pelanggaran. Akan tetapi
patutkah kalau kesalahannya itu lalu dijadikan tanda bahwa dia seorang jahat yang tidak bisa diampuni lagi?
Saya hendak bertanya, siapakah di antara Cu-wi sekalian yang tidak pernah melakukan kesalahan?" "Semua manusia
pasti pernah melakukan kesalahan dan karena kita semua manusia, maka kita pun tentu pernah melakukan kesalahan.
Siapakah yang mau kalau kesalahan yang dilakukannya itu lalu dijadikan tanda bahwa selamanya dia akan bersalah
atau berdosa, dan patut dihukum tanpa ampun lagi? Kesalahan yang dilakukan oleh Bouw Tang Kui adalah sebuah
penyelewengan biasa yang dilakukan oleh manusia yang berbatin lemah. Manusia yang berbatin lemah dan melakukan
penyelewengan sama saja dengan seorang yang sedang menderita semacam penyakit, hanya bedanya, yang sakit bukan
tubuhnya melainkan hatinya. Akan tetapi, setiap orang sakit bisa sembuh! Maka, menghukumnya dengan hukuman keji
itu sama dengan membunuhnya!" Hening sekali keadaan di situ setelah pemuda tanggung ini mengeluarkan
pembelaanya. "Akan tetapi di sini sudah diadakan hukum sejak ratusan tahun dan kita semua harus tunduk kepada
hukum!" kata Han Ti Ong ketika melihat betapa hakim ragu-ragu untuk menjawab. Dia maklum bahwa Sin Liong disuka
banyak orang di situ, dan selain ini, agaknya para pejabat itu juga sungkan mendebat karena pemuda itu adalah
murid raja. Karena inilah maka Han Ti Ong sendiri yang mengeluarkan suara membantah. "Harap Suhu memaafkan
teecu kalau teecu terpaksa mendebat. Saudara Bouw melanggar hukum yang dianggap berdosa, lalu menurut hukum
harus dibuang ke Pulau Neraka. Dari manakah timbulnya pelanggaran yang disebut dosa? Kalau tidak ada hukum,
mana mungkin ada dosa? Kalau tidak ada larangan, mana mungkin ada pelanggaran? Hukumlah yang menciptakan dosa
dan pelanggaran, hukum adalah keji karena hukuman yang dijatuhkan sebetulnya lebih kotor daripada dosa itu
sendiri! Kalau dia dianggap bersalah lalu dibuang ke Pulau Neraka, bukankah hal itu membuat dia menjadi makin
jahat dan mendendam? Andaikata seorang penderita sakit, penyakitnya menjadi makin parah! Apakah hukuman
pembuangan ke Pulau Neraka itu akan menginsafkannya?
Minggu, 04 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar