Kemudian terdengarlah suara nyaring Sang Jaksa, suara yang bagi telinga Swat Hong terdengar seperti sambaran pedang yang
menusuk-nusuk hatinya dan bagi Sin Liong seperti guntur di tengah hari! "Liu Bwee, sebagai bekas istri
Sribaginda, dari seorang anak nelayan biasa menjadi seorang mulia terhormat, ternyata membalas budi Sribaginda
dengan aib dan noda yang hina, telah ditangkap karena melakukan perjinahan dengan seorang pelayan muda. Dosa
ini amat besar karena selain menimbulkan aib dan malu kepada Sribaginda, juga kalau diketahui dunia luar akan
mencemarkan nama Kerajaan Pulau Es. Oleh karena itu, sepatutnya dia dijatuhi hukuman yang seberat mungkin."
"Bohong...! Ibu tidak mungkin...." Swat Hong menjerit dan hendak melompat maju menyerang jaksa yang berani
mengeluarkan ucapan menuduh ibunya seperti itu akan tetapi Sin Liong menangkap lengannya untuk mencegah
sumionya bergerak. "Swat Hong! Berani engkau kurang ajar di depan Ayah?" Terdengar Han Ti Ong membentak dengan
penuh wibawa. "Ayah, tuduhan itu fitnah belaka! Tidak mungkin ibu melakukan hal yang kotor itu. Mana buktinya?
Siapa saksinya?" kembali Swat Hong menjerit-jerit. "Hong-ji, jangan begitu. Ibumu tidak berdosa, akan tetapi
kita harus. tunduk kepada peraturan dan hukum, anakku.Tenanglah." Ucapan ini keluar dari mulut Liu Bwee yang
menoleh kearah Swat Hong, suaranya lirih dan jelas, namun mengandung kedukaan yang merobek hati. "Liu Bwee,
engkau telah mendengar tuduhan atas dirimu. Apakah pembelaanmu?" terdengar suara hakim tua itu dengan halus dan
lirih seperti biasanya, namun penuh wibawa karena dalam sidang ini, dialah orang yang paling kuasa. "Saya
tidakakan membela diri, hanya seperti dikatakan anakku tadi, agar tidak mendatangkan penasaran, harap suka
disebutkan siapa saksinya dan apa buktinya yang memperkuat tuduhan terhadap diriku," kata Liu Bwee dengan
tenang dan suara halus. Jaksa yang termasuk orang di antara anggauta keluarga raja yang tidak senang kepada Liu
Bwee karena dia dahulupun mengharapkan agar Han Ti Ong memilih anak perempuannya, segera berkata lantang,
"Buktinya? Engkau ditangkap ketika berada di dalam kamar dengan A Kiu, padahal dia bukanlah pelayanmu. Apalagi
yang kalian kerjakan kalau bukan berjinah? Seorang wanita dan seorang laki-laki yang tidak ada hubungan apa-apa
berada di dalam kamar berdua saja! selain itu, perjinahan kalian juga telah ada yang menyaksikan." Wajah Swat
Hong sebentar pucat dan sebentar merah. Tak dapat dia menahan kemarahanya. Ibunya dituduh berjinah dengan
seorang pelayan! "Bohong! itu bukan bukti!! Kalau memang ada yang menyaksikan, hayo siapa yang menyaksikan?"
teriaknya, tidak memperdulikan cegahan Sin Liong yang masih memegang lengannya karena khawatir kalau-kalau dara
ini mengamuk. "Akulah saksinya!" tiba-tiba terdengar suara kecil merdu dan Han Bu Hong telah bangkit berdiri
dengan sikap menantang. Mulut anak ini tersenyum mengejek dan matanya bersinar-sinar. "Enci Hong, akulah yang
telah melihat ibumu dan pelayan itu di atas ranjang...." "Ssssttt, diam...!" Permaesuri menarik puteranya. Akan
tetapi hakim telah berkata lagi, "Sudah terbukti kesalahan besar yang dilakukan Liu Bwee. Kesalahan paling
besar yang dapat dilakukan oleh seorang wanita..." "Nanti dulu!" Dengan muka pucat sekali Swat Hong memotong
kata-kata hakim. "Tidak adil kalau begini! kita belum mendengar keterangan A Kiu. Hai, A Kiu, aku percaya bahwa
engkau seorang manusia yang menjujur kegagahan, tidak mungkin seorang pria penghuni Pulau Es Seperti engkau
menjatuhkan fitnah sebagai seorang pengecut hina dina. Hayo ceritakan sesungguhnya apa yang terjadi!" Suara
Swat Hong ini nyaring sekali dan muka A Kiu menjadi pucat, kepalanya makin menunduk. Suasana menjadi hening dan
akhirnya terpecah oleh suara Raja, "A Kiu, kau diperkenankan untuk bicara!" Tubuh itu menggigil, muka yang
tampan itu pucat sekali ketika diangkat memandang Raja, kemudian melirik ke arah Liu Bwee yang masih bersikap
tenang dan agung berlutut di sebelahnya. Ketika dia melirik ke arah Swat Hong yang berdiri dengan sikap angkuh
memandang kepadanya, A Kiu mengeluh lirih, kemudian menelungkup dan berkata dengan suara mengandung isak,
"Hamba tidak berdaya... hamba memang berada di kamar itu... tapi... tidak seperti kesaksian Pangeran kecil...
hamba terpaksa karena..." "Berani kau mengatakan puteraku bohong?" Jeritan ini keluar dari mulut permaisuri dan
hawa pukulan yang dahsyat sekali menyambar ketika permaisuri menggerakan tangan kirinya ke arah A Kiu.
Senin, 05 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar