Betapapun juga terima kasih atas
kedatanganmu dan kebaikan hatimu. Kau seorang dara yang cantik dan baik budi, sayang kau berada diantara
orang-orang liar itu. Pergilah, jangan sampai kakekmu melihat engkau berada disini." Soan Cu mengeluarkan
sebuah bungkusan. "Inilah yang akan menyelamatkanmu. Kaupergunakan obat bubuk ini untuk menggosok semua kulit
tubuhmu yang tampak, dan sebarkan sebagian di sekelilingmu. Tidak akan ada seekor pun binatang berbisa yang
berani datang mendekat, apalagi menggigitmu. Nah, sebetulnya kedatanganku hanya untuk menyerahkan ini, akan
tetapi kita terlanjur ngobrol panjang lebar. Selamat tinggal, Sin Liong." Sin Liong menerima bungkusan itu,
mengulurkan tangan dari antara ruji jendela dan memegang lengan dara itu. "Nanti dulu, Soan Cu." Ada apa lagi?"
Gadis itu membalikan tubuh dan mereka saling berpegangan tangan. Hal ini dilakukan oleh Sin Liong karena dia
merasa terharu juga oleh pertolongan yang sama sekali tidak disangka-sangka itu. "Soan Cu, tahukah engkau apa
yang akan terjadi padamu kalau sampai Kong-kongmu mengetahui akan perbuatanmu ini?" "Menolong engkau? Ah,
paling-paling dia akan membunuhku!" "Hemm, begitu ringan kau memandang akibat itu? Soan Cu, mengapa kau
melakukan ini untukku? Mengapa kau menolongku dengan mempertaruhkan nyawa?" "Sudah kukatakan tadi. Kau lain
dari pada semua orang yang kulihat di pulau ini. Aku suka padamu dan aku tidak ingin mendengar apalagi melihat
engkau mati. Sudahlah, hati-hati menjaga dirimu, Sin Liong!" Gadis itu meloncat dan berlari keluar. Sin Liong
berdiri temenung sejenak, kemudian kembali ke tengah kamar tahanan dan duduk bersila menenangkan hatinya.
Andaikata tidak ada Soan Cu yang datang memberikan obat penawar dan pengusir binatang berbisa, dia pun tidak
kan gentar dan belum tentu dia akan celaka oleh binatang-binatang itu, sungguhpun dia sendiri belum mau
membayangkan apa yang akan dilakukanya kalau serangan itu tiba. Apalagi sekarang ada obat bubuk itu. Dia
teringat betapa penghuni Pulau Neraka dapat menjelajahi hutan yang penuh binatang berbisa dengan enaknya karena
tubuh mereka sudah memakai obat penawar. Agaknya inilah obat penawar itu. Dia membuka bungkusan dan melihat
obat bubuk berwarna kuning muda yang tidak akan kentara kalau dioleskan di kulit tubuhnya. Sin Liong bersila
dan mengatur pernapasan, melakukan siulian (samadhi) lagi. Pendengarannya menjadi amat terang dan tajam
sehingga dia dapat menangkap suara mendesis dan suara yang dikenalnya sebagai suara lebah yang datang dari
jauh, makin lama makin mendekat itu. Tahulah dia bahwa apa yang diceritakan oleh Soan Cu memang tidak bohong.
Sekali ini agaknya anak itu tidak membohong! Maka dia lalu membuka bungkusan, menggosok kulit tubuhnya yang
tidak tertutup pakaian dengan obat itu. Mukanya sampai ke leher, tangan dan kakinya, digosoknya sampai rata.
Kemudian sambil membawa bungkusan yang terisi sisa obat itu, dia menanti. Tak lama kemudian, suara itu menjadi
makin dekat dan tiba-tiba saja munculah mereka! Diam-diam Sin Liong bergidik juga. Tentu dia akan melompat
kalau saja dia tidak mempunyai obat penolak itu. Dari bawah pintu, puluhan ekor ular kecil dan kelabang besar,
kalajengking yang besarnya sebesar ibu jari, merayap dengan cepat memasuki kamar, berlomba dengan lebah-lebah
putih yang beterbangan masuk melalui jendela. Sin Liong cepat menyebarkan bubuk obat ke sekeliling di atas
lantai, dan menaburkan sebagian ke atas, ke arah lebah-lebah yang berterbangan. Dia tersenyum kagum melihat
akibatnya. Semua binatang berbisa itu, dari yang paling kecil sampai yang paling besar, tiba-tiba serentak
membalik saling terjang dan saling timpa, lari cerai berai meninggalkan kamar. Lebah-lebah putih juga terbang
dengan kacau, menabarak dinding dan banyak yang jatuh mati, yang sempat terbang keluar jendela saling tabrak
seperti mabok, dan sebentar saja suara binatang-binatang itu sudah menjauh. Akan tetapi mendadak Sin Liong
meloncat berdiri ketika medengar suara lain yang membuat jantungnya berdebar,. Suara seorang wanita
memaki-maki, "Iblis kalian semua! Manusia-manusia gila! Kalau tidak dapat membasmi kalian, jangan sebut aku Han
Swat Hong!" Sin Liong meloncat ke arah jendela, kedua tangannya bergerak dan terdengar suara keras ketika
ruji-ruji jedela jebol semua. Dia meloncat dan keluar dari kamarnya, terus berlari keluar melalui lorong.
Setibanya di luar, tampaklah olehnya Swat Hong berdiri tegak dengan kedua tangan bertolak pinggang, dua orang
anggota Pulau Neraka roboh dan mengaduh-aduh di bawah sedangkan belasan orang lain mengurung gadis itu. Sin
Liong menggeleng-geleng kepala. Sumoinya memang galak dan pemberani. Bukan main gagahnya. Dikurung oleh
orang-orang Pulau Neraka itu masih enak-enak saja, bahkan tidak mencabut pedang, padahal semua yang
mengurungnya memegang senjata.
Kamis, 08 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar