Setelah berada di Pulau
Neraka dia memperdalam ilmi-ilmunya dan menjadi orang ke dua yang terkuat setelah Ouw Kong Ek, yaitu sesudah
putera Ouw Kong Ek yang bernama Ouw Sian Kok, ayah Soan Cu menjadi gila dan meninggalkan pulau. Maka dia
diangkat sebagai pembantu utama oleh Ouw Kong Ek. "Twako(Kakak)," Lo Thong berkata dan tidak seperti lain
penghuni Pulau Neraka yang menyebut ketua mereka tocu (majikan pulau), dia menyebutnya kakak, "mengapa Twako
bingung menghadapi urusan dua orang anak-anak ini? Betapapun juga, mereka berada di pulau ini dan seharusnya
mereka tunduk kepada semua perintah Twako yang menjadi hukum di sini. Kalau mereka hendak mengambil keputusan
sendiri, boleh saja akan tetapi mereka harus lebih dulu dapat mengalahkan kita!" Ouw Kong Ek memandang
pembantunya dengan muka berseri, seolah-olah dia terlepas dari keadaan yang ruwet. "Kalau begitu, bagaimana
baiknya, Lo-tee?" "Menurut saya, lebih baik diadakan pertandingan antara orang pemuda She Kwa ini dan Twako.
Kalau dalam pertandingan itu dia kalah, maka dia dan Sumoinya harus selamanya tinggal di sini dan menjadi
penghuni pulau ini seperti kita semua." "He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa bilang Suhengku kalah oleh
ketua kalian? Habis, kalau kemudian ketua kalian yang kalah, bagaimana?" Swat Hong berteriak nyaring. "Twako
kalah? Ha-ha, mana mungkin?" Lo Thong menjawab. "Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah pemuda She Kwa ini
mengajarkan ilmu pengobatan sampai Twako pandai, baru kalian berdua boleh pergi meninggalkan pulau ini dengan
bebas." "Usul yang bagus sekali!" Ouw Kong Ek berseru gembira. "Kwa Sin Liong, aku mendengar bahwa di dunia
ramai, di daratan sana, orang-orang gagah menggunakan kepandaian untuk memutuskan sebuah perkara yang ruwet.
Aku percaya bahwa engkau tentu seorang gagah pula, maka biarlah kita membereskan urusan ini dengan mengukur
kepandaian masing-masing seperti yang diusulkan oleh pembantuku Lo Thong." Sin Liong menggeleng kepalanya.
"Tocu, aku tidak suka menggunakan ilmu yang kupelajari untuk kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara
kekerasan untuk menahan kami berdua selamanya di pulau ini? Aku sudah besedia mengajarkan ilmu pengobatan, maka
sudah sepatutnya kalau Tocu membalasnya dengan membebaskan kami. "Tidak kita harus saling mengukur kepandaian
dulu!" ketua itu berkeras. Tiba-tiba Swat Hong melompat ketengah lapangan dan membusungkan dada menegakkan
kepalanya. "Hayolah! Kalau Suheng tidak mau, biarlah aku yang melayanimu! Siapa sih takut kepada orang Pulau
Neraka? Aku yang memasuki pertandingan itu, dan kalau kalah, boleh kalian berbuat apa saja sesuka kalain!"
"Sumoi...!!" Sin Liong menegur. "Suheng, aku tidak takut!" Swat Hong membantah. Ouw Kong Ek mengerutkan
alisnya. "Soan Cu, kau layani bocah liar yang sombong ini!" katanya. "Baik Kong-kong." Soan Cu bangkit berdiri
dan melangkah maju, akan tetapi segera berhenti ketika mendengar suara Sin Liong, "Soan Cu harap jangan
bertanding. Di antara kita tidak ada permusuhan, bukan?" Soan Cu meragu, memandang kepada Kong-kongnya,
kemudian kepada Sin Liong, dan akhirnya dia kembali duduk di tempatnya yang tadi. "Soan Cu...." Kakeknya
menegur. "Kong-kong, aku tidak mau bertanding. Mereka bukan musuhku." Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi
dia tidak marah bahkan lalu tertawa bergelak. "Kau...kau lebih taat kepadanya? Ha-ha-ha-ha!" Dia tertawa karena
sikap cucunya itu jelas membuktikan betapa cucunya benarbenar telah jatuh cinta kepada Sin Liong! Sampai-sampai
berani membangkang terhadap perintahnya hanya karena Sin Liong menghendaki demikian. Makin panaslah hati Swat
Hong. Tadinya dia sudah siap-siap untuk menjatuhkan cucu ketua Pulau Neraka itu, selain agar menang
pertandingan juga hendak memperlihatkan kepada Suhengnya bahwa dia lebih pandai dari pada Soan Cu. Akan tetapi,
ternyata Suhengnya melarang Soan Cu dan dan putri Pulau Neraka itu begitu taat! "Ouw Kong Ek, kalau cucumu
tidak berani maju, biarlah kau sendiri yang maju! Hayo tandingilah aku, puteri Raja Pulau Es!" Dia
menantang-nantang dengan suara penuh kemarahan. Sin Liong hanya menggeleng kepalanya dan bingung sekali
bagaimana harus mencegah sumoinya. Kembali kakek itu menjadi marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat Hong
membuat mukanya merah dan telinganya panas. Akan tetapi betapa memalukan kalau dia harus menandingi seorang
bocah perempuan yang usianya sebaya dengan cucunya sendiri! "Twako, perkenankanlah saya menghajar bocah
bermulut lancang ini" Lo Thong berkata dan Ouw Kong Ek mengangguk, akan tetapi masih ingat dan memesan. "Akan
tetapi cukup beri hajaran saja, jangan sampai dia terbunuh." "Baik saya mengerti, Twako." Lo Thong menjawab
lalu sekali kakinya bergerak, tubuhnya sudah mencelat ke depan Swat Hong. Menyaksikan ginkang yang hebat ini
diam-diam Sin Liong khawatir sekali, akan tetapi dia pun tidak dapat mencegahnya karena maklum kalau dia
melarang, Sumoinya tentu akan menjadi makin nekat saja. Maka dia hanya bangkit berdiri dan memandang dengan
jantung berdebar tegang. Swat Hong memandang kakek botak yang berdiri di depannya, lalu berkata, suaranya
mengejek. "Apakah pertandingan ini akan memutuskan perjanjian tadi, bahwa kalau aku menang kami berdua boleh
pergi dari sini?" "Tidak", jawab Lo Thong. "Pertandingan ini hanya mengenai dirimu, kalau kau menang kau boleh
pergi, kalau kau kalah, kau harus tinggal di sini selamanya dan menjadi muridku." "Setan alas! Siapa takut
padamu?" Swat Hong yang sudah kena dibakar hantinya itu membentak. "Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh
pergi sekarang juga!" Sin Liong berteriak. "Tidak, Suheng. Aku merasa kurang terhormat kalau pergi begitu saja.
Aku tidak sudi menerima kebaikan orang-orang Pulau Neraka. Kalau aku pergi berarti aku pergi mengandalkan
kepandaian aku sendiri, bukan karena kebaikan hati mereka. Hayo, kakek botak, boleh kaukeluarkan segala
ilmumu!" "Bocah sombong, sambutlah ini!" Lo Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara remaja yang
memandang redah kepadanya itu. Akan tetapi dia pun maklum bahwa dara ini tentu memiliki kepandaian tinggi
sebagai puteri Raja Pulau Es, maka sekali menyerang, dia telah mengeluarkan kepandaiannya, mengeluarkan jurus
yang ampuh dan mengerahkan tenaga sinkangnya. "Wuuuuuttt... sirrr...desss!" Mula-mula Lo Thong menggerakan
tubuhnya rendah kebawah, seolah-olah lengan kirinya yang bergerak itu hendak menangkap kaki Swat Hong, akan
tetapi tiba-tiba saja tubuhnya meninggi, tangan kanannya meluncur dan mencengkram ke arah pinggang dara itu.
Namun Swat Hong yang usianya masih muda sekali itu belum lima belas tahun, telah mewarisi inti kepandaian dari
ilmu-ilmu kesaktian Pulau Es. Dengan tenang dia melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang berbahaya melainkan
tangan kanannya, maka dia cepat menarik kaki kiri dan menangkis dengan sabetan tangan miring dari samping yang
mengenai lengan lawan. LoThong mencelat ke belakang dan inilah kehebatan ginkangnya. Gerakannya bukanlah
langkah kaki, melainkan loncatan yang membuat tubuhnya mencelat ke sana-sini dengan amat cepatnya dan sama
sekali tidak terduga-duga lawan. "Sumoi awasilah gerakannya. Ginkangnya lihai!" Sin Liong berseru dan diam-diam
Lo Thong mendongkol juga. Ternyata pemuda itu lihai sekali, baru segebrakan saja sudah mengenal dimana letak
keampuhannya. Maka dia lalu menggereng dan menubruk maju, menghujani Swat Hong dengan serangan bertubi-tubi.
Swat Hong diam-diam terkejut juga. Ternyata bahwa pembantu utama dari ketua Pulau Neraka ini hebat bukan main.
Setiap gerakan tangannya mendatangkan angin keras menyambar dan kecepatannya membuat dia pening karena harus
menggerakan kekuatan matanya untuk mengikuti terus gerakan lawan. namun, tentu saja dia tidak menjadi gentar.
Sejak kecil dara remaja ini tidak pernah mengenal artinya takut, dan dia pun mengeluarkan kepandaiannya untuk
membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya. Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh
perhatian. Diam-diam Soan Cu merasa kagum sekali kepada Swat Hong dan dia harus mengaku dalam hatinya bahwa
andaikata tadi dia yang maju, dia akan kalah menghadapi kelihaian dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin
bersyukur kepada Sin Liong yang tadi mencegahnya maju melawan Swat Hong. Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa dia
akan kalah kalau melawan Swat Hong? Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat betapa wajah pemuda yang
tampan itu diliputi kekhawatiran, maka dia kembali menyaksikan pertandingan yang hebat itu. Tubuh mereka berdua
yang bertanding itu sudah tidak dapat kelihatan jelas, yang tampak hanya dua bayangan berkelebatan ke kanan
kiri dengan cepat sekali. Ginkang yang dikuasai oleh Lo Thong memang hebat sekali, akan tetapi sekarang dia
berhadapan dengan puteri Raja Han Ti Ong dari Pulau Es! Biarpun masih kalah sedikit namun Swat Hong dapat
mengimbangi kecepatan lawan, bahkan dapat mendesak dengan ilmu silatnya yang luar biasa dan tenaga sinkangnya
yang berdasarkan hawa murni dari im-kang yang dingin. Ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong adalah ilmu
silat tangan kosong Jit-cap-jiseng (Jutuh Puluh Dua Bintang ) yang mempunyai tuluh puluh dua jurus-jurus ampuh.
Sebagai bekas penghuni Pulau Es sebelum Swat Hong terlahir, tentu Lo Thong mengenal ilmu ini, bahkan ilmu
silatnya sediri pun bersumber pada ilmu silat Pulau Es. Akan tetapi setelah dua puluh tahun lebih berada di
Pulau Neraka dan mempelajari ilmu-ilmu dari Pulau Neraka, maka ilmu silatnya menjadi campur aduk dan tentu saja
kalah murni oleh ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong.Pula, Lo Thong dahulu belum mempelajari
Jit-cap-ji-seng sampai habis, hal yang jarang dilakukan penghuni Pulau Es kecuali keluarga raja. Mulailah Lo
Thong terdesak oleh serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Swat Hong. Ingin sekali Lo Thong menggunakan
senjatanya, yaitu ular hidup yang melingkar di lehernya, namun dia takut akan pesan ketuanya tadi.
Sabtu, 10 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar