Minggu, 11 November 2012

BUKEK SIANSU (64)

Begitu kau tiba di sana, kau akan dijatuhi hukuman sebagai seorang pelanggar hukum!" Juga Sin Liong dan Swat Hong melarang dengan alasan bahwa Swat Hong sendiri sedang menghadapi malapetaka, bahkan dia bersama suhengnya sedang berusaha mencari ibunya. Selama tiga bulan ini, Ouw Kong Ek sudah mengerahkan pembantunya untuk mencari Liu Bwee, bekas istri Raja Han Ti Ong, ke pulau-pulau kosong di sekitar Pulau Neraka, namun hasilnya sia-sia belaka. Tentu saja para penghuni Pulau Neraka yang mencari itu tidak berani terlalu mendekat Pulau Es. Setelah perahu yang ditumpanginya Sin Liong dan Swat Hong pergi Jauh, Soan Cu menjatuhkan dirinya menangis. "Kong-kong, akupun mau pergi dari sini. Aku tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka tanpa adanya mereka berdua! Aku harus pergi, aku harus pergi mencari ayahku, seperti Swat Hong yang pergi mencari ibunya!" Kong-kongnya hanya menggeleng kepala, menghela napas dan menggandeng cucunya yang tercinta itu kembali ke tengah pulau. Hati orang tua ini khawatir sekali karena dia tahu bahwa cucunya telah mulai dewasa dan telah tergoda oleh cinta sehingga merasa tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka. Dia maklum bahwa agaknya takan lama lagi cucunya itu tentu akan nekat meninggalkan pulau dan kalau hal yang dikhawatirkan itu terjadi, apalagi artinya hidup baginya di pulau itu? Puteranya telah lenyap dan satu-satunya orang yang selamanya ini membuat hidupnya berarti hanyalah Soan Cu. Ketika perahu mereka mendarat di Pulau Es, Sin Liong dan Swat Hong saling pandang dengan hati yang berdebar. Mereka sudah menjelajahi seluruh pulau di sekitar Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong, namun sia-sia belaka. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk kembali ke Pulau Es, dengan harapan mudah-mudahan ibu dara itu sudah kembali ke Pulau Es. "Bagaimana kalau ibu tidak berada di sana? Bukankah berarti bahwa aku telah melanggar janjiku untuk mewakili ibu yang dibuang ke Pulau Neraka?" Swat Hong bertanya ketika perahu mereka tadi sudah mendekati Pulau Es. "Jangan khawatir, Sumoi. Suhu adalah ayahmu sendiri, dan betapapun marahnya, aku percaya bahwa suhu akan dapat memaafkanmu. Aku percaya akan kebijaksanan Suhu, dia bukanlah seorang yang berbudi rendah...." "Tapi dia telah terkena racun yang hebat, racun yang seratus kali lebih kejam daripada racun yang paling jahat di pulau Neraka! Dia telah terkena hasutan mulut wanita jahat itu..." "Ssttt, Sumoi, jangan mempersulit keadaan dengan menyangka yang bukan-bukan. Sudalah, kekhawatiranmu itu hanyalah permainan pikiran yang membayangkan hal yang belum terjadi. Singkirkan saja kekhawatiran kosong itu dan mari kita hadapi kenyataan. Percayalah, apa pun yang akan terjadi, aku tidak akan membiarkan engkau terancam bencana. Mari kita hadapi apa saja yang menimpa kita berdua." "Suheng... betulkah? Betulkah kau akan membela dan melindungi aku?" "Tentu saja, Sumoi." "Menghadapi Ayah sekalipun?" "Menghadapi siapa saja karena aku yakin bahwa engkau tidak mempunyai kesalahan apa pun." "Kalau begitu, aku menjadi besar hati, Suheng. mari kita mendarat." Makin tegang hatinya dan juga terheran-heran ketika dia melihat betapa beberapa orang penghuni Pulau Es kebetulan berada di situ, segera berlari pergi menuju ke tengah pulau, bahkan tidak berhenti ketika dia dan suhengnya memanggil mereka. Makin tidak enak mereka, namun dengan tenang Sin Liong mengajak sumoinya untuk menuju ke Istana Pulau Es di tengah pulau itu, menemui Raja Han Ti Ong dan bertanya tentang Liu Bwee. Tak lama kemudian, keduanya berhenti tiba-tiba ketika melihat raja itu sendiri berlari-laridatang bersama permaisuri dan pembantu-pembantu yang terpercaya. Tadinya Swat Hong merasa girang, wajahnya berseri karena dia mengira bahwa ayahnya datang menyambutnya dengan girang melihat di pulang. Akan tetapi betapa kagetnya ketika ayahnya sudah tiba di depan mereka, langsung raja Han Ti Ong menudingkan telujuknya ke arah mereka sambil membentak, "Manusia-manusia rendah! kalian masih berani menginjakan kaki di Pulau Es? Membikin kotor pulau ini? keparat!" "Ayah...!!" "Suhu...!!" "Plak! Plak!!" Tubuh Sin Liong dan Swat Hong terguling ketika tangan Raja itu dengan kecepatan kilat telah menampar mereka. Dengan alis berdiri Raja Han Ti Ong menudingkan telunjuknya bergantian ke arah muka dua orang muda yang menjadi kaget setengah mati dan merangkak bangun itu. "Jangan sebut aku Ayah dan Suhu! Kalian berdua telah minggat dengan diam-diam, perbuatan yang tak tahu malu dan mengotorkan nama keluarga Han! Masih berani datang dan menyebut Ayah dan Suhu kepadaku? Huh!!" "Ayahhhh....apa...apa yang terjadi....? Mana Ibuku...?" "Ibumu seorang yang hina, dan engkau anaknya pun tidak berbeda banyak!" "Ayah...!" "Diam! Dan minggat engkau dari sini sebelum kubunuh!" "Ayah, kalau begitu bunuh saja aku! Aku tidak berdosa...!" Swat Hong yang berlutut itu menangis sesungguhnya. "Bagus! Kau minta mati?" "Suhu...!" Suara Sin Liong ini mengandung wibawa sedemikian hebatnya sehingga Han Ti Ong sendiri sampai terkejut menghentikan langkahnya yang hendak menghampiri puterinya. Sepasang mata Sin Liong mengeluarkan sinar yang luar biasa dan sejenak Ha Ti Ong ragu-ragu. Teringatlah dia akan keadaan dahulu ketika anak ajaib ini menyuruhnya menolong The Kwat lin, menyuruhnya berhenti untuk menguburkan mayat-mayat. Seperti itu pula kekuatan mujijat yang keluar dari sepasang mata itu. Sepasang mata yang sedikitpun tidak membayangkan takut, atau marah, atau kekerasan, hanya membayangkan kelembutan yang mengharukan. "Suhu, harap suhu bersabar dulu. Menjatuhkan hukuman tanpa memberitahu kesalahan orang, sungguh tidak adil sekali, sungguhpun Sumoi adalah puteri Suhu sendiri." Bangkit kembali marah Han Ti Ong. "Sin Liong, bagus perbuatanmu, ya? Kau masih berpura-pura lagi? Dia pergi tanpa pamit, hal itu masih belum apa-apa, akan tetapi dia pergi lalu kau susul, bersamamu pergi sampai berbulan-bulan, pantaskah itu? Kalian tidak tahu malu, dan menodakan nama baik keluarga KerajaanHan!" Diam-diam Sin Liong terheran. mengapa suhunya berubah seperti ini? Tentu saja dia tidak tahu betapa para keluarga yang membenci Liu Bwee telah menggunakan kesempatan selagi terjadi peristiwa penghukuman atas diri Liu Bwee itu untuk membakar hati raja ini, terutama sekali melalui mulut permaisuri! "Ayah, jangan menuduh yang bukan-bukan. Aku memang pergi dan bertemu dengan suheng, akan tetapi apakah salahnya dengan itu?" "Hemm, apa, salahnya, ya? Tidak salahkah kalau seorang pemuda dan seorang dara berdua saja sampai hampir setengah tahun lamanya? Mingkinkah tidak akan terjadi apa-apa antara kalian, di tempat sunyi, hanya berdua saja! Hem...hemmm... siapa percaya tidak akan terjadi apa-apa yang kotor?" ucapan ini keluar dari mulut permaisuri, The Kwat Lin yang tersenyum mengejek. "Ibu, kalau Enci Hong dan Suheng melakukan hubungan gelap, kawinkan saja mereka, mengapa ributribut?" Tiba-tiba Bu Ong, putera raja yang baru berusia kurang lebih delapan tahun itu, berkata dengan suara nyaring. "Hussshhh! Tutup mulutmu!" Kwat Lin membentak puteranya yang segera cemberut, tapi memandang kepada Swat Hong dan Sin Liong dengan pandang mata mengejek. Hampit saja Swat Hong tak dapat percaya akan apa yang didengarnya. Ayah dan ibu tirinya menuduh dia berjinah dengan Sin Liong! Dengan dada sesak dan kemarahan yang meluap-luap, Swat Hong lupa diri dan meloncat bangun, menjerit dengan kata-kata yang seperti dilontarkan kepada ayahnya, "Ayah! Mengapa ada fitnah sekeji ini? Ayah, insyaflah, Ayah telah dikelabui, Ayah telah mabuk oleh rayuan..." "Plak! Desss!!" Tubuh Swat Hong terlempar dan terguling-guling ketika terkena tamparan dan pukulan tangan ayahnya sendiri. "Suhu, ini tidak adil sama sekali!" "Plak! Desss!!!" Tubuh Sin Liong juga terjungkal, Akan teapi pemuda ini sudah meloncat bangun kembali. Sedikit pun tidak merasa takut, bahkan kini dia memandang tajam kepada Han Ti Ong. "Suhu, andaikata Suhu memukul tee-cu sampai mati sekalipun, suah sepatutnya karena karena tee-cu hanyalah seorang murid yang telah menerima banyak kebaikan dari Suhu dan tee-cu rela membalasnya dengan nyawa. Akan tetap, Sumoi adalah puteri Suhu sendiri, darah daging suhu sendiri! Mengapa Suhu begitu tega? Di manakah rasa kasih di hati Suhu?" "Keparat!" Han Ti Ong memaki dengan suara gemetar saking marahnya. Melihat betapa Sin Liong berani menantangnya untuk membela Swat Hong makin besar kepercayaannya akan desas-desus bahwa puterinya main gila dengan muridnya ini. "Kau mau memberi kuliah kepadaku? Kalau dia orang lain, aku tidak akan perduli apa yang dilakukannya. Justru karena dia anaku dan aku cinta kepada anakku, maka aku perlu mengajarnya!" "Hemmm, begitulah cinta di hati Suhu? Cinta suhu siap untuk berubah menjadi kemarahan, kebencian yang meluap karena Suhu merasa bahwa puteri Suhu tidak menyenangkan hati suhu? itu bukan cinta, Suhu! Suhu hanya mementingkan diri sendiri, kalau disenangkan hati Suhu, biar orang lain sekalipun akan Suhu perlakukan dengan baik, akan tetapi kalau hati Suhu dikecewakan, biar anak sendiri akan dibunuh!" "Plak-plak! Dess...!" Kembali tubuh Sin Liong terjungkal dan kini darah mengucur dari mulut dan hidungnya. "Suheng...! Ahhh, Ayah... Jangan...!" Swat Hong sudah meloncat ke depan dan menubruk suhengnya. "Anak durhaka, murid murtad! Dess!" kini Swat Hong yang mengeluh dan terjungkal terkena tendangan ayahnya yang sedang marah itu. Masih untung bagi mereka berdua bahwa Han Ti Ong hanya berniat mengajar dan menghukum, kalau berniat membunuh, tentu mereka sudah tak benyawa lagi. Saking marahnya, biarpun melihat murid dan puterinya sudah beberapa kali dihantam dan ditendangnya sampai mulut dan hidung mengeluarkan darah dan muka mereka bengkak-bengkak, Han Ti Ong masih saja menghajar mereka. "Ongya, harap ampunkan mereka...." Tiba-tiba beberapa orang pembantu utama berlutut di depan Raja yang marah ini dan menyabarkan hatinya. Han Ti Ong berdiri dengan napas terengah-engah, mata terbelalak dan muka merah sekali. dia menjadi hampir putus napasnya saking marahnya. "Hemmm, mereka ini bocah-bocah kurang ajar yang layak dibunuh!" katanya. "Ongya, sejak dahulu belum pernah ada hukuman dilaksanakan tanpa diadili lebih dulu, harap Ongya ingat akan keadilan Kerajaan Pulau Es yang sudah terkenal semenjak ratusan tahun," kata seorang pembantu yang sudah berusia lanjut. Han Ti Ong menghela napas panjang dan dia teringat. Sebetulnya, dia sedang berada dalam keadaan duka dan kecewa. duka mengingat akan istrinya, Liu Bwee, yang kini menimbulkan penyesalan di dalam hatinya karena dia pun mulai meragukan kesalahan istrinya itu.

0 komentar:

Posting Komentar