Minggu, 11 November 2012

BUKEK SIANSU (65)

Kecewa karena serangkaian peristiwa yang tidak menyenangkan hatinya, mengganggu ketentraman hidupnya di Pulau Es. "Anak durhaka, untung engkau belum kubunuh! Kau boleh membela diri, kalau memang masih ada yang akan kau katakan!" Dengan tubuh sakit-sakit dan hampir pingsan, Sin Liong masih dapat membantu Sumoinya, bangkit duduk, bahkan tidak memperdulikan keadaan dirinya sendiri, dia menyusuti peluh, air mata dan darah dari muka sumoinya, kemudian menarik sumoinya untuk berlutut di depan raja yang sedang marah itu. "Sumoi, laporkanlah semuanya kepada Suhu..." bisiknya. "Apa gunanya? Biarlah aku dibunuh! Biarlah, Ibu lenyap tak berbekas dan akan dibunuhnya... tentu akan puas hatinya...hu-hi-huuuuukkk...." Swat Hong menangis terisak-isak. Melihat keadaan puterinya ini, tersentuh juga rasa hati Raja Han Ti Ong. "Sin Liong, hayo ceritakan apa yang terjadi! kami semua menuduh kalian berdua selama berbulan-bulan dan tentu kalain telah melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Mengakulah! Awas, kalau kau membohonng, akan kubunuh kau sekarang juga!" "Suhu boleh membunuh teecu kalau teecu berbohong. Bahkan kalau teecu tidak membohong sekalipun, teecu menyerahkan nyawa teecu kepada suhu. Sebetulnya, ketika melihat sumoi pergi membuang diri ke Pulau Neraka dan melihat Subo juga pergi, teecu merasa kasihan dan berkhawatir sekali. Maka teecu diam-diam lalu mengejar dan menyusul ke Pulau Neraka." kemudian dengan panjang lebar dan jelas Sin Liong menceritakan semua pengalaman mereka di Pulau Neraka dan mengapa mereka sampai berbulan-bulan berada di pulau itu. Berkerut Raja Han Ti Ong. Di lubuk hatinya, dia percaya kepada muridnya ini. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat membohong dengan sikap seperti yang diperlihatkan muridnya. Tidak, tentu muridnya tidak berbohong. Akan tetapi hatinya masih marah dan ia makin marah ketika mendengar betapa Pulau Neraka telah berani menahan puterinya sebagai sandera! "Swat Hong! Benarkah cerita Sin Liong?" bentaknya kepada dara yang masih menangis sesenggukan itu. "Apa gunanya Ayah bertanya kepadaku? Lebih baik Ayah menyelidiki sendiri ke Pulau Neraka. Kalau aku dan suheng berbohong, boleh bunuh seribu kali juga tidak apa." Memang sejak dahulu Swat Hong bersikap manja kepada ayah bundanya, pula dia memiliki watak keras, tidak takut mati, maka dalam keadaan seperti itu pun dia bersikap berani dan menantang! "Siapkan pasukan, tiga puluh orang untuk ikut bersamaku ke Pulau Neraka!" Raja itu memerintah kepada pembantunya dengan suara marah dan pada hari itu juga dia berangkat bersama tiga puluh orang pasukan menuju ke Pulau Neraka! Dapat dibayangkan betapa gagetnya para penghuni Pulau Neraka ketika diserbu oleh pasukan Pulau Es yang dipimpin Oleh Raja Han Ti Ong sendiri! Ouw Kong Ek sendiri yang maju dan berusaha melawan, dalam belasan jurus saja telah dirobohkan dan dipaksa menceritakan apa yang terjadi ketika puteri Raja Pulau Es itu berada di Pulau Neraka. Dengan kebencian dan dendam yang makin mendalam, Ouw Kong Ek menceritakaan keadaan sebenarnya, tepat seperti yang telah didengar oleh Han Ti Ong dari mulut Sin Liong. Maka mulailah raja ini merasa menyesal mengapa dia telah terburu nafsu menghajar, bahkan hampir saja membunuh Sin Liong dan Swat Hong yang sebetulnya tidak berdosa. Mulailah dia teringat bahwa kemarahanya itu timbul karena bujukan dan kata-kata yang membakar dari permaisurinya. Dia menjadi marah sekali dan kemarahannya itu dilampiaskannya di Pulau Neraka. Pulau itu diobrak-abrik, sebagai hukuman telah berani menahan puterinya. Bahkan kitab catatan Sin Liong tentang racun dan pengobatanya, dihancurkan dan dibakarnya! Setelah puas melampiaskan kemarahanya, Han Ti Ong memimpin pasukannya meninggalkan Pulau Neraka, meninggalkan para penghuni yang banyak menderita luka lahir batin itu dan Raja ini telah menanamkan dendam yang makin menghebat di dalam hati para penghuni Pulau Neraka. Sepekan kemudian, barulah rombongan Han Ti Ong tiba kembali di Pulau Es dan wajah Raja ini seketika pucat setelah dia mendengar berita yang lebih hebat dan mengejutkan lagi, yaitu bahwa sehari setelah dia dan pasukanya berangkat, permaisuri dan pangeran telah pergi meninggalkan Pulau Es! Dan belum pulang . Makin terpukul lagi bathin Raja Han Ti Ong ketika dia mendapat kenyataan bahwa kitab-kitab pusaka Pulau Es telah lenyap, berikut banyak harta benda berupa mas dan permata yang disimpan didalam kamarnya! Hampir saja dia roboh pingsan mendapat kenyataan bahwa permaisurinya, The Kwat Lin, gadis yang ditolongnya itu, ternyata telah berkhianat! "Mengapa tidak kalian larang mereka pergi? Mengapa? Sin Liong, engkau muridku, mengapa engkau mendiamkan saja pergi membawa pusaka-pusaka kita?" dalam bingung dan marahnya dia menegur Sin Liong. "Suhu, Subo pergi hanya memberi tahu bahwa Subo bersama Sute hendak menyusul ke Pulau Neraka. Siapa yang berani menghalangi Subo? Kami semua tidak ada yang mengira bahwa Subo tak kan kembali, dan tidak ada yang tahu bahwa Subo membawa sesuatu, harap maafkan teecu." Han Ti Ong membanting-banting kakinya, lalu berlari memasuki kembali istana setelah tadi dia memeriksa dan melihat kehilangan pusaka Pulau Es. Ketika dia memanggil dua orang muda menghadap, Sin Liong dan Swat Hong melihat perubahan hebat terjadi pada diri raja sakti ini. wajahnya menjadi suram dan gelap, sepasang mata yang biasanya bersinar dan berpengaruh itu, menjadi redup seperti lampu kekurangan minyak. Dan rambut yang tadinya hanya sedikit putihnya, mendadak berubah hampir seluruhnya, dan suaranya tidak bersemangat ketika berkata, "Sin Long..., Swat Hong..., kalian ampunkan aku..." "Suhu...!" Sin Liong berlutut dan menundukan muka. "Ayah... jangan berkata begitu Ayah...!" Swat Hong meloncat menubruknya. Ayah dan anak itu saling rangkulan dan Sin Liong makin menundukan mukanya ketika mendengar suhunya menangis mengguguk seperti anak kecil ! Setelah Han Ti Ong dapat menguasai kembali hatinya dia mencium dahi puterinya dan menyuruhnya duduk kembali. Swat Hong menyusuti air matanya dan berlutut di dekat Sin Liong. "Aku telah bedosa. Sekarang baru aku tahu...aku telah berdosa. Mungkin sekali... tidak, aku yakin sekarang, bahwa ibu Swat Hong tidak bersalah apa-apa, hanya terkena fitnah... aih, apa yang telah kulakukan? Dan aku hampir saja membunuhmu, Sin Liong, dan kau Swat Hong anaku. Orang macam apa aku ini? Dan aku mengaku cinta kepada anakku? Huh, huh, engkau benar, Sin Liong. Tidak ada cinta di dalam hatiku yang kotor, yang ada hanya nafsu berahi sehingga mudah saja aku dipermainkan oleh wanita itu. Aihhhh....kalian maafkan aku. Swat Hong, hanya satu pesanku kepadamu, anakku. Kau... kau menjadilah jodoh Sin Liong. Jadilah kalian suami istri, baru akan terobati hatiku..." "Suhu...!" "Ayah...!" "Muridku....anakku....,maukah kalian melegakan hatiku? Aku ingin menebus kesalahanku... aku ingin melihat kalian menjadi suami istri, kalian anak-anak malang..." "Suhu, teecu mohon ampun. Teecu...tidak ada dalam hati teecu untuk memikirkan soal jodoh..." "Ayah, mengenai jodoh tidak dapat ditentukan begitu saja. Biarkan kami menentukannya sendiri..." Han Ti Ong menarik napas panjang, memejamkan mata sebentar, kemudian bangkit berdiri, membalikan tubuh dan berjalan memasuki kamarnya meninggalkan dua orang muda yang masih berlutut itu. Semenjak saat itu, sampai berhari-hari lamanya, Raja itu tidak pernah keluar dari kamarnya sehingga membuat gelisah semua pembantunya. Keadaan di Pulau Es tidak seperti biasa, semua penghuni dapat merasakan ini. Semenjak terjadinya peristiwa yang memalukan dan menyedihkan menimpa keluarga Raja Han Ti Ong, keadaan Pulau Es sunyi dan semua wajah para penghuni kelihatan muram. bahkan cuaca juga seolah-olah berubah suram, seringkali malah menjadi gelap oleh mendung tebal. Hati semua orang merasa gelisah tanpa mereka ketahui sebabnya, seolah-olah merupakan tanda rahasia bahwa akan terjadi hal-hal lebih hebat lagi. Peristiwa yang menyedihkan yang menimpa Han Ti Ong bisa menimpa diri setiap orang, dan memang kita sebagai manusia hidup selalu terlupa bahwa mengejar kesenangan sama artinya dengan memanggil kesengsaraan! Kita hidup dibuai khayal akan keadaan yang lebih baik, lebih menyenangkan dari pada keadaan seperti apa adanya. Kita tidak pernah membuka mata, tidak pernah menghayati keadaan saat ini, tidak dapat melihat bahwa saat ini mencakup segala keindahan. Dengan membandingkan keadaan kita dengan keadaan lain, kita selalu menganggap bahwa keadaan buruk tidak menyenangkan, dan kita selalu memandang jauh kedepan, mencari-cari dan menghayalkan yang tidak ada, keadaan yang kita anggap lebih menyenangkan. Karena kebodohan kita inilah maka kita hidup dikejar-kejar oleh kebutuhan setiap saat, detik demi detik kita mengejar kebutuhan. Kebutuhan adalah keinginan akan sesuatu yang belum tercapai, yang kita kejar-keja. Lupa bahwa kalau yang satu itu dapat tercapai, didepan masih menanti serbu yang lain yang akan mejadi keinginan dan kebutuhan kita selanjutnya. Maka, berbahagialah dia yang tidak membutuhkan apa-apa! Bukan berarti menolak segala kesenangan, melainkan tidak mengejar apa-apa sehingga kalau ada sesuatu yang datang menimpa diri, bukan lagi merupakan kesenangan atau kesusahan, melainkan dihadapi sebagai suatu yang sudah wajar dan semestinya sehingga tampaklah keindahan yang murni! Demikian pula keadaan Raja Han Ti Ong. Dia seorang yang sakti dan bijaksana namun tiba saatnya dia lengah dan menganggap bahwa dia menemukan kebahagiaan dalan diri The Kwat Lin. Padahal yang dia temukan hanyalah kesenangan yang timbul dari kenikmatan badani, dari terpuaskannya nafsu. Dia seolah-olah hidup dialam khayal, di alam mimpi. Setelah dia sadar dari mimpi, terasa bahwa yang manis menjati pahit bukan main, baru sadar bahwa perubahan dari senang ke susah sama mudahnya dengan membalikan telapak tangan! Dan mengalah, suka dan duka hanyalah dwi muka (kedua muka) dari sebuah tangan yang sama!

0 komentar:

Posting Komentar