Sin Liong memegang erat-erat lengan sumoinya dan membiarkan dirinya diseret oleh biruang itu. Binatang itu
mengajaknya setengah paksa berlompatan dan berlarian ke gunung es yang lain yang berdekatan. Baru saja mereka
melompat ke atas gunung es lain itu, tiba-tiba terdengar suara keras dan gunung es dimana mereka berada tadi
telah pecah berantakan menjadi keping-keping kecil. Kiranya gunung es itu ditabrak oleh gunung es yang lain dan
hal ini agaknya telah diketahui oleh si Beruang tanpa melihat datangnya gunung es yang tak tampak dari situ.
Ternyata binatang itu hanya diperingatkan oleh nalurinya yang tidak ada pada manusia! Sin Liong berdiri dengan
muka pucat, kemudian dia merangkul beruang itu. "Terima kasih, kakak beruang. Kiranya engkau malah
menyelamatkan kami berdua." Akan tetapi Swat Hong merasa tidak senang. "Suheng, mari kita segera pergi dari
sini. Tempat ini amat berbahaya. Lihat, gunung es tadi hancur dan itu kelihatan dari sini perahu kita. Untung
tidak hilang. Marilah, suheng." "Nanti dulu, sumoi. Aku harus mencarikan daun obat untuk mengobati luka-luka di
tubuh beruang ini." "Ah, perlu apa? Kita bisa celaka di sini..." "Sumoi, dia telah menyelamatkan nyawa kita!"
"Hemm, begitukah? Engkau pun tadi telah menyelamatkan nyawanya ketika kau mengusir burung-burung nazar itu,
bukan? Aku melihat dari jauh. Berarti sudah terbalas semua budi, bukan Marilah, Suheng." "Tidak, sumoi. Kita
tinggal di sini dulu sampai aku selesai mengobatinya." Swat Hong menjadi marah. "Agaknya kau lebih sayang
biruang betina ini dari pada aku!" "Sumoi...!" Akan tetapi Swat Hong sudah berlari pergi, berloncatan di atas
pecahan es dan menuju ke perahu mereka, meloncat ke dalam perahu dan mendayung perahu itu pergi dari situ! Sin
Liong menjadi bingung dan hampir membuka mulut menegur, akan tetapi karena maklum bahwa hal itu percuma saja,
dia membatalkan niatnya. "Ngukkk... nguuuuukkk...." Beruang itu mendengus-dengus dan menciumi kepalanya. "Ahhh,
Enci (Kakak Perempuan) beruang, betapa sukarnya menyelami watak wanita. Aku telah membuat hatinya kecewa dan
marah, akan tetapi bagaimana hatiku dapat tega meninggalkan engkau yang terancam bahaya maut oleh lukamu?" Sin
Liong lalu mengajak beruang itu mencari daun. Karena perahu sudah dibawa pergi Swat Hong, Maka terpaksa dia
mencari pulau yang masih ada tetumbuhannya dengan jalan berloncatan dari batu es lainnya, dan kalau jaraknya
terlalu jauh, beruang itu menggendongnya dan membawanya berenang ke batu es lainya atau kadang-kadang Sin Liong
menggunakan sebongkah es yang mengambang sebagai perahu, didayung dengan tangannya yang kuat. Akhirnya, setelah
melalui perjalanan yang amat sukar, dapat juga dia menemukan pulau yang masih ada tetumbuhannya dan di pulau
kecil itu, mulailah dia mengobati luka-luka beruang itu sampai sembuh. Pada suatu hari dia melihat sebuah
perahu kosong terbalik mengambang tidak jauh dari pulau. Dia merasa girang sekali. Cepat menyuruh beruang
mengambilnya dan hatinya terharu ketika mengenal perahu itu sebagai sebuah di antara perahu pulau es. Tentu
penumpangnya telah lenyap ditelan badai, pikirnya. Dia lalu membuat dayung dari cabang pohon dan setelah
biruang hitam itu sembuh benar, dia lalu melompat ke perahu dan mendayungnya meninggalkan pulau. Akan tetapi
tiba-tiba beruang itu terjun ke air dan berenang mengejar perahunya. "Heii, kakak beruang, kembalilah. Engkau
sudah sembuh, dan aku harus pergi mencari sumoi!" "Nguuuk...nguukk...!" Beruang hitam itu mengeluarkan suara
mengeluh dan mukanya seperti orang menangis! Sin Liong tersenyum. "Hmm, kau hendak ikut, ya? Nah, loncatlah ke
atas!" Seolah-olah mengerti arti kata-kata Sin Liong, biruang itu lalu meloncat ke dalam perahu kini mukanya
kelihatan berseri, matanya bersinar-sinar dan lidahnya terjulur keluar seperti sikap seekor anjing yang
kegirangan. "Kau boleh ikut sampai aku dapat menemukan kembali sumoi!" kata Sin Liong. "Kalau sumoi tidak
menghendaki kau ikut, kau harus kutinggalkan karena kau telah sembuh." Demikianlah, Sin Liong kini melanjutkan
perjalanan mencari Pulau Neraka. Dari puncak sebuah gunung es, dia dapat melihat dari jauh dan kini dia tahu di
mana letaknya Pulau Neraka. Beruang yang kini menggantikan tempat Swat Hong, menjadi temannya berlayar itu
kelihatan girang sekali ketika perahu meluncur dan binatang ini telah jinak benar-benar. Setelah kini dia
mengenal kembali keadaan dan tahu di mana letaknya Pulau Neraka, perjalanan dapat dilakukan dengan cepat.
Setelah dekat dengan Pulau Neraka, dia menyaksikan suatu yang membuatnya terheran dan merasa tegang. Sebuah
perahu besar kelihatan mendarat di Pulau Neraka. Jelas bukan perahu Pulau Neraka yang kecil-kecil. Perahu itu
besar sekali, perahu layar yang hanya dipergunakan untuk pelayaran jauh. Dan perahu itu pun dalam keadaan
payah, jelas kelihatan bekas diamuk badai. Tiang layarnya patah, layarnya cabik-cabik dan perahu itu tidak ada
orangnya sama sekali, berdiri miring di pantai Pulau Neraka. Apakah yang telah terjadi di Pulau Neraka?
Ternyata bahwa seperti juga pulau lain. Pulau Neraka tidak luput dari amukan badai. Hanya karena letaknya agak
jauh dari pusat amukan badai, maka penderitaannya tidak sehebat pulau lain, terutama Pulau Es. Air juga naik
tinggi dan menenggelamkan setengah bagian pulau ini, banyak pula penghuninya yang tidak keburu lari ke tempat
tinggi, diseret dan ditelan badai. Perahu-perahu lenyap, pohon-pohon yang berada di tepi pantai bobol semua.
Dan setelah badai mereda, sebuah perahu besar terdampar di tepi pantai.Perahu itu adalah perahu bajak laut!
Setelah air menyurut, para bajak laut yang terdiri-dari dua puluh lima orang itu segera mendarat. Mereka itu
kelelahan dan kelaparan, bahkan ada lima orang di antara mereka tewas ketika badai mengamuk sehingga jumlah
mereka hanya tinggal dua puluh lima orang itulah. Mereka mendarat di kepalai oleh raja bajak yang memimpin
mereka, raja yang amat terkenal di sepanjang pantai muara-muara sungai Huangho dan Yangce. Kepala bajak ini
adalah seorang laki-laki tinggi besar yang buta sebelah matanya. Mata kiri yang buta karena tusukan pedang
lawan dalam pertandingan, kini ditutupi oleh sebuah kain hitam sehingga ia kelihatan lebih menyeramkan lagi.
Tubuhnya tinggi besar dan di antara para nelayan dan pedagang yang suka berperahu, dia dikenal sebagai
Tok-gan-hai-liong (Naga Laut Mata Satu) dan namanya adalah Koan Sek. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa perahu
mereka yang diamuk oleh badai dahsyat itu telah mendarat di Pulau Neraka! Andaikata mereka tahu juga, mereka
tentu tidak merasa takut karena pada waktu itu, nama Pulau Neraka hanya dikenal oleh Orang-orang Pulau Es.
Untuk dunia ramai, yang dikenal hanyalah Pulau Es, yang dikenal sebagai tempat yang hanya terdapat dalam sebuah
dongeng. Betapapun juga, Pulau Es merupakan nama yang ditakuti oleh semua orang termasuk para bajak. Akat
tetapi karena pulau dimana perahu mereka mendarat bukanlah Pulau Es, melainkan pulau yang hitam penuh
tetumbuhan, mereka menjadi berani dan setelah badai mereda dan air menyurut, mereka lalu menyerbu ke tengah
pulau. Untung bagi mereka bahwa badai yang amat dahsyat itu membuat air laut naik dan mengamuk di daratan pulau
sehingga binatang-binatang berbisa pun menjadi panik dan ketakutan, lari bersembuyi dan belum berani keluar.
Andaikata mereka itu berani menyerbu pulau dalam keadaan biasa tentu mereka akan menjadi korban
binatang-binatang itu dan sukarlah dibayangkan apa akan jadinya. Mungkin sekali tidak ada diantara mereka yang
akan dapat lolos betapapun liar, ganas dan lihai mereka itu. Dapat dibayangkan betapa heran dan girangnya hati
para bajak itu ketika mendapat kenyataan bahwa di tengah pulau itu terdapat pondok-pondok yang dibuat oleh
manusia! Akan tetapi keheranan mereka segera berubah menjadi kekagetan hebat ketika para penghuni pulau itu
menyambut mereka dengan serangan dahsyat tanpa peringatan apa-apa. Karena mereka adalah bajak-bajak yang sudah
biasa berkelahi dan mengadu nyawa, maka serbuan para penghuni Pulau Neraka itu mereka sambut dengan gembira.
mereka mengira bahwa penghuni pulau itu adalah orang-orang biasa saja. Maka besar sekali kekagetan mereka
ketika mendapat kenyataan betapa kurang lebih dua puluh orang, yaitu sisa penghuni Pulau Neraka yang tidak
dibasmi oleh badai, yang berani menyambut mereka dengan serangan itu rata-rata memiliki kepandaian hebat!
Terjadilah perang tanding yang seru dan matimatian. Bajak laut pimpinan Tok-gan-hai-liong itu pun bukan
orang-orang biasa melainkan penjahatpenjahat pilihan yang selain kuat dan ganas, juga rata-rata pandai ilmu
silat. Apalagi Tok-gan-hai-liong sendiri bersama seorang pembantu yang sebetulnya adalah sutenya (adik
seperguruan) sendiri yang bernama Coa Liok Gu, seorang ahli pedang yang lihai sekali. Sedangkan
Tok-gan-hai-liong Koan Sek sendiri adalah seorang ahli bermain senjata ruyung yang ujungnya merupakan sebuah
bola baja yang berat dan keras. Para penghuni Pulau Neraka masih terguncang oleh amukan badai, bahkan ketua
mereka, Ouw Kong Ek, sedang menderita sakit hebat. Semenjak penyerbuan pasukan Pulau Es yang dipimpin oleh Han
Ti Ong, Ouw Kong Ek jatuh sakit. Mungkin karena dia merasa terlalu marah, dan mungkin juga karena usianya yang
sudah tua. Pernyerbuan dari Pulau Es itu merupakan hal yang amat menyakitkan hatinya, dan juga hati para
penghuni Pulau Neraka, mendatangkan rasa dendam yang lebih mendalam. Apalagi melihat betapa catatan pengobatan
dari Kwa Sin Liong telah dihancurkan oleh Han Ti Ong, hati Ouw Kong Ek merasa sakit sekali. Untung masih ada
beberapa macam obat yang hafal olehnya, akan tetapi sebagian besar telah dibasmi oleh Raja Pulau Es yang marah
itu. Pada saat bajak laut menyerbu, Ouw Kong Ek tidak dapat bangun dari tempat tidurnya. Dia dijaga dan dirawat
oleh cucunya, Ouw Soan Cu. Maka dapat dibayangkan betapa kaget hati kakek ini ketika ada anak buahnya yang
datang melapor bahwa pulau yang baru saja diamuk badai itu kini disebu oleh sepasukan bajak laut yang ganas dan
rata-rata memiliki kepandaian tinggi! "Keparat...!" Kakek itu meloncat bangun akan tetapi terguling kembali dan
Soan Cu segera memegang lengan kakeknya, membantunya untuk rebah kembali. "Tenanglah, Kong-kong! Biarlah aku
yang keluar untuk membantu teman-teman membasmi bajak laut yang tidak tahu diri itu." Ouw Kong Ek terpaksa
hanya mengangguk karena dia sendiri masih tidak kuat untuk bangun, apalagi bertempur. "Hati-hatilah, Soan
Cu..." Dia percaya akan kepandaian cucunya yang tentu akan dapat mengusir bajak-bajak laut yang biasanya hanya
terdiri orang-orang kasar itu. Dengan pedang di tangan Soan Cu lalu berlari keluar. Melihat anak buahnya sudah
bertanding mati-matian melawan bajak-bajak yang ganas, apalagi melihat seorang wanita Pulau Neraka digeluti
oleh dua orang laki-laki kasar sampai wanita itu menjerit-jerit namun dua orang laki-laki itu malah
tertawa-tawa dan merobek-robek pakaian wanita itu, Soan Cu menjadi marah sekali. Dia mengeluarkan teriakan
marah, tubuhnya yang ramping mencelat ke depan, pedangnya menyambar dan dua orang bajak yang sedang memperkosa
wanita itu roboh dengan leher terkuak lebar dan hampir putus!
Selasa, 13 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar