Wanita itu cepat membereskan pakaiannya,
menyambar goloknya dan seperti seekor harimau kelaparan dia membacoki tubuh dua orang bajak tadi. Melihat sepak
terjang Soan Cu yang kembali sudah merobohkan dua orang bajak, Tok-gan-hailiong Koan Sek dan Coa Liok Gu,
dibantu oleh beberapa orang bajak lain cepat mengepung dan mengeroyoknya. Namun Soan Cu mengamuk hebat dan
pedangnya berubah segulung sinar terang yang menyambar Dahsyat, membuat dua orang pimpinan bajak itu terkejut
dan harus memainkan senjata dengan hati-hati sekali agar jangan sampai mereka menjadi korban kedahsyatan sinar
pedang yang dimainkan oleh dara itu. "Lepas tulang ikan!!" Tiba-tiba kepala bajak itu memberi aba-aba kepada
sutenya dan mereka berdua telah meloncat mundur, membiarkan anak buah mereka yang empat orang banyaknya
melanjutkan pengeroyokan, sedangkan mereka berdua lalu mengayun tangan berkali-kali ke arah Soan Cu. Sinar
lembut bertubi-tubi menyambar ke arah Soan Cu dari depan dan belakang. Dara ini memandang rendah senjata
rahasia mereka. Dia adalah Seorang dara Pulau Neraka sudah terlalu banyak racun dikenalnya bahkan dia telah
menggunakan obat anti racun maka dia tidak terlalu khawatir ketika sebuah di antara senjata rahasia lawan yang
lembut itu mengenai pahanya. Akan tetapi, betapa kagetnya ketika dia merasa kakinya itu setengah lumpuh dan
begitu dia menggerakan pedang, tubuhnya terhuyung, kepalanya pening. "Aihhh...!" Dia berseru nyaring, lebih
merasa heran daripada khawatir. Dara ini tidak tahu bahwa lawannya menggunakan am-gi (senjata gelap) berupa
tulang berbentuk duri dari sirip semacam ikan laut yang berbisa. Bisa dari ikan laut ini tentu saja tidak dapat
disamakan dengan bisa dari binatang darat, maka bisa yang asing ini tidak dapat ditolak oleh obat anti racun
yang dipakainya. "Sute, tangkap nona manis ini...!" Teriak Koan Sek dengan girang. Akan tetapi tiba-tiba
terdengar suara gerengan yang dahsyat dan yang membuat mereka kaget bukan main. Dua orang bajak yang mendengar
suara itu dekat sekali dibelakang mereka menengok dan... mereka itu terjengkang dan merangkak untuk melarikan
diri dengan ketakutan. Kiranya yang menggerang itu adalah seekor binatang raksasa hitam yang menakutkan. Seekor
beruang yang lebar moncongnya cukup untuk mencaplok kepala mereka sekaligus! Sin Liong yang datang bersama
biruang itu cepat meloncat mendekati Soan Cu merampas pedang dari tangan dara itu dan memondongnya dengan
tangan kiri, kemudian sekali meloncat dia telah berada di punggung biruang, lengan kiri memeluk dan menjaga
tubuh Soan Cu yang dipangkunya karena dara itu telah menjadi pingsan sedangkan tangan kanan menggerakan pedang
dara itu sambil beseru "Kakak biruang, lawan mereka yang berani mendekat!" Biruang itu menggereng-gereng dan
ketika melihat dari kiri ada sinar menyambar, yaitu sinar pedang yang digerakan oleh Coa Liok Gu sute dari
kepala bajak, tiba-tiba kaki depan kiri yang kini dipergunakan seperti tangan itu bergerak menangkis, bukan
menangkis pedang melainkan mencengkram kepala Coa Liok Gu. Tentu saja orang ini kaget dan sekali merendahkan
tubuh, membalikan pedang dan siap untuk menyerang lagi. Begitu lengan biruang itu menyambar lawan, dia meloncat
ke atas dan menusukan pedangnya mengarah bagian antara kedua mata biruang itu. "Cringgg...!!" Pedangnya
terpental dan dia harus cepat melempar tubuh ke belakang kalau tidak ingin dadanya robek oleh cakar biruang
setelah pedangnya ditangkis oleh Sin Liong tadi. "Siuuuut...!!" Senjata ruyung berujung baja di tangan Koan Sek
sudah bergerak menyambar dengan ganas, menghantam punggung biruang hitam dengan kecepatan kilat dan dengan
tenaga dahsyat. "Cringgg...! Tranggg...!!" Dua kali senjata berat itu ditangkis oleh Sin Liong dan dua kali
pula kepala bajak itu berseru kaget karena telapak tangannya hampir terkupas kulitnya dan terasa panas dan
perih. Pada saat dia terbelalak dan terheran, biruang itu sudah membalikan tubuh dan sekali kaki depannya yang
kanan menampar, kepala bajak itu mencoba menangkis, namun senjatanya terlepas dari pegangannya dan biruang itu
sudah menubruknya dan mencengkram ke arah lehernya. "Kakak biruang, jangan ...!" Sin Liong membentak. Biruang
itu terkejut dan ragu-ragu sehingga kesempatan itu dapat dipergunakan oleh Koan Sek untuk meloncat jauh
kebelakang. Dia dan pembantu utamanya, Coa Liok Gu berdiri dengan muka pucat memandang pemuda yang menunggang
biruang itu membawa pergi tubuh dara jelita yang pingsan. Biarpun pedang masih berada di tangannya, Coa Liok Gu
tidak lagi berani menyerang karena dia maklum bahwa selain biruang raksasa itu amat kuat, juga pemuda itu
memiliki kepandaian yang luar biasa sekali. Sin Liong merasa bingung dan gelisah menyaksikan pertempuran hebat
itu. "Hentikan pertempuran...!" Dia berseru berkali-kali namun percuma saja, para bajak laut dan penghuni Pulau
Neraka adalah orang-orang kasar yang pada saat itu sedang marah, maka sukar untuk dibujuk. Tiba-tiba terdengar
suara melengking tinggi dan panjang dan suara itu segera disusul suara berdengungdengung dan berdesis-desis.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Sin Liong ketika dia melihat datangnya binatang-binatang kecil yang
berbisa. Ular, kelabang, kalajengking dan sebangsanya berdatangan dari semua penjuru, merayap cepat seolah-olah
digerakan oleh suara melengking iru, dan yang lebih mengerikan lagi, lebah-lebah putih datang pula beterbangan!
Saking kagetnya Sin Liong melompat turun dari punggung biruang dan kini biruang itu pun terkejut dan ketakutan,
seolah-olah binatang raksasa ini sudah mengerti bahwa bahaya maut datang mengancamnya. "Uhhh... apa yang
terjadi...?" Soan Cu mengeluh dan siuman dari pingsannya. Melihat dara itu sudah siuman. Sin Liong agak lega.
"Bagaimana lukamu?" "Nyeri sekali, panas... eh, siapa yang memimpin binatang-binatang berbisa itu?" Soan Cu
turun dari pondongan Sin Liong. "Cepat pergunakan obat penolak ini..." Dia mengeluarkan sebungkus obat penolak
dari ikat pinggangnya. Setelah menaburkan obat bubuk di sekeliling mereka bertiga, yaitu Soan Cu, Sin Liong dan
biruang betina, Soan Cu berkata lagi, "Sin Liong tolong... kau tangkap Si Mata Satu itu...aku membutuhkan obat
penawar racun am-gi-nya (senjata gelapnya)...." Melihat betapa wajah dara itu pucat sekali tanda menderita
kenyerian hebat, Sin Liong maklum bahwa tentu dara itu terkena senjata rahasia yang mengandung racun luar biasa
sekali. Maka tanpa menjawab tubuhnya mencelat kearah Koan Sek yang masih bengong memandang ke depan, matanya
terbelalak ketika melihat betapa anak buahnya mulai menjadi korban pengeroyokan binatang-binatang berbisa. Maka
ketika tubuh Sin Liong menyambar, dia terkejut sekali, mengira bahwa pemuda itu akan menyerangnya. Dia tadi
sudah mengambil kembali senjatanya, maka tanpa banyak cakap lagi dia sudah mengayun senjatanya menghantam ke
arah Sin Liong. Pemuda ini tadi melepaskan pedangnya, melihat betapa dia disambut serangan dahsyat, cepat dia
miringkan tubuhnya, membiarkan senjata berat itu lewat dan secepat kilat kedua tangannya menyambar dan
sebelumnya Koan Sek tahu apa yang terjadi, senjatanya telah terampas dan dibuang oleh pemuda itu sedangkan
tubuhnya sudah diangkat dan dipanggul seperti seorang anak kecil saja. Percuma dia meronta, karena pemuda itu
sudah meloncat seperti terbang, kembali ke dalam lingkaran obat penolak yang ditaburkan Soan Cu. Koan Sek
menggigil. Selain dia maklum betapa lihainya pemuda ini, juga dia merasa ngeri sekali menyaksikan apa yang
terjadi di luar lingkaran obat bubuk itu. Terdengar jerit dan pekik mengerikan. Orang-orang Pulau Neraka telah
mundur dan menonton sambil sambil tertawa-tawa. Akan tetapi anak buah bajak laut itu menghadapi penyerangan
binatang-binatang berbisa dan sama sekali mereka tak berdaya. Apalagi penyerangan lebah-lebah putih membuat
mereka panik. Mengerikan sekali melihat mereka berkelojotan merintih-rintih dan menangis mengerung-ngerung
karena tidak tahan menderita rasa nyeri yang menyengati sekujur tubuh. "Cepat bertindak, halau mereka, Soan
Cu!" Sin Liong berkata dengan alis berkerut. Biarpun yang dikeroyok binatang-binatang itu adalah kaum bajak,
namun dia tidak dapat menyaksikan peristiwa mengerikan itu. Soan Cu menggeleng kepala. "Tak mungkin. Mereka
digerakan oleh suara melengking itu..." "Suara apa itu? Siapa yang membunyikan?" Soan Cu tersenyum dan
menggigit bibirnya menahan rasa nyeri. Pahanya seperti dibakar dan rasa nyeri menusuk-nusuk jantung. "Siapa
lagi? Satu-satunya orang yang dapat melakukannya hanyalah Kong-kong... augghh ..." Dara itu roboh pingsan lagi
dalam rangkulan Sin Liong. "Aduh celaka..., binatang-binatang itu...." Tok-gan-hai-liong Koan Sek menggigil dan
dia hendak lari dari tempat itu ketika melihat bagaimana pembantunya, Coa Liok Gu, sudah sibuk memutar pedang
untuk berusaha mengusir lebah-lebah putih yang mengeroyoknya. "Kalau kau keluar dari sini, engkau pun akan
mengalami nasib yang sama," Kata Sin Liong, menunjuk ke arah lingkaran putih dari obat penolak.
"Binatang-binatang itu tidak berani memasuki lingkaran ini." Koan Sek memandang dan matanya terbelalak ngeri
melihat betapa ular-ular beracun yang bermacammacam warnanya itu benar saja membalik lagi ketika mendekati
garis lingkaran. Bahkan lebah-lebah putih yang terbang dekat, agaknya mencium bau penolak itu dan mereka itu
pun terbang membalik, mengamuk dan menyerang para bajak yang berada di luar lingkaran. Saking ngerinya melihat
betapa Coa Liok Gu menjerit dan roboh karena kakinya tergigit seekor ular, kemudian betapa pembantunya yang
juga merupakan sutenya melolong-lolong dan bergulingan, dikeroyok banyak sekali binatang yang mengerikan,
kepala bajak ini tak dapat lagi menahan dirinya dan dia menjatuhkan diri berlutut! Sin Liong sendiri merasa
ngeri menyaksikan peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Kalau saja dia dapat melihat Ouw Kong Ek, tentu dia
akan meloncat dan memaksa kakek itu menghentikan pekerjaanya yang kejam, membunuh para bajak seperti itu. Akat
tetapi celakanya, suara itu melengking tinggi dan sukar diketahui dari mana datangnya, bahkan kakek itu pun
tidak tampak. pula, mana mungkin dia berani meninggalkan Soan Cu yang pingsan itu bersama kepala bajak?
Selasa, 13 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar