Ilmu silatnya tinggi sekali, dan yang paling terkenal
sehingga menggegerkan dunia persilatan adalah ilmu pukulannya yang disebut Pek-lui-kun (Ilmu Silat Tangan
Kilat) dan Ilmu Pedangnya Ban-tok Siang-kiam (Sepasang Pedang Selaksa Racun)! Tidak ada orang yang tahu dimana
tempat tinggalnya karena memang dia seorang perantau yang muncul dimana saja secara tak terduga-duga seperti
kemunculannya sekarang ini di Hutan Seribu Bunga. "Huhh, bekas Suteku yang tetap goblok!" kata orang kedua.
"Masa masih tidak mengerti apa yang dikehendaki dua iblis ini. Jembel busuk itu tentu ingin menghisap darah dan
otak Sin-tong untuk menyempurnakan Ilmu Iblisnya Hiat-Ciang Hoat-sut. Sedangkan iblis betina genit ini apa lagi
yang dicari kecuali sari kejantanan Sin-tong? Hayo kalian menyangkal, hendak kulihat apakah kalian begitu tak
tahu malu untuk menyangkal!" Orang yang kata-katanya amat menusuk ini adalah seorang kakek yang beberapa tahun
lebih tua daripada Tee-tok, bahkan menyebut Tee-tok sebagai bekas sutenya karena memang demikian. Dia bertubuh
tinggi kurus dan mukanya seperti tengkorak mengerikan, di ketiaknya terselip sebatang tongkat panjang dan
gerak-geriknya ketika bicara seperti seekor monyet tidak mau diam, bahkan kadang-kadang menggaruk-garuk kepala
atau pantatnya, matanya liar memandang ke kanan-kiri. Inilah dia tokoh hebat yang berjuluk Thian-tok (Racun
Langit), bekas suheng Tee-tok yang memiliki kepandaian khas. Selain lihai dalam hal racun sesuai dengan nama
dan julukannya, juga dia adalah seorang pemuja Kauw Cee Thian atau Cee Thian Thaiseng, Si Raja Monyet itu,
yaitu sebatang tongkat yang dia beri nama Kim-kauw-pang seperti tongkat Si Raja Monyet. Juga dia telah
menciptakan ilmu silat tangan kosong yang meniru gerak-gerik seekor monyet yang diberinya nama
Sin-kauw-kun(Ilmu Silat Monyet Sakti). Seperti juga Tee-tok, dia tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, dan
tidak ada yang tahu lagi nama aslinya, yaitu Bhong Sek Bin. "Hemmm, setelah ada aku disini jangan harap segala
macam iblis dapat berbuat sesuka hati sendiri!" kata orang ke tiga, suaranya kasar dan keras, pandang matanya
seperti ujung pedang menusuk. Orang ini bernama Ciang Ham julukannya Thian-he Te-it, Sedunia Nomor satu!
Usianya kurang lebih 50 tahun, dan dia adalah ketua dari Perkumpulan Kang-jiu-pang (Perkumpulan Lengan Baja)
yang didirikannya di Secuan. Di tangan kirinya tampak sebatang senjata tombak gagang panjang, dan selain
terkenal sebagai seorang ahli bermain tombak, dia pun terkenal sebagai seorang ahli bermain tombak, dia pun
terkenal memiliki lengan sekuat baja! Pakaiannya ringkas seperti biasa dipakai oleh seorang ahli silat dan
setiap gerak-geriknya menunjukkan bahwa dia telah mempunyai kepandaian silat yang sudah mendarah daging di
tubuhnya. Orang ke empat adalah seorang berpakaian sastrawan, sikapnya halus, usianya 50 tahun tapi masih
tampak tampan, tubuhnya sedang dan dia sudah menjura ke arah kedua orang datuk golongan hitam itu. Di
pinggangnya terselip sebatang mauwpit alat tulis pena panjang. "Kami berlima dengan tujuan yang sama datang ke
tempat ini, tidak sangka bertemu dengan dua orang tokoh terkenal seperti Ji-wi (Anda berdua), Pat-jiu Kai-ong
dan Kiam-mo Cai-li, terutama sekali kepada Cai-li, terimalah hormatku." Pat-jiu Kai-ong sudah segera dapat
mengenal siapa orang ini, akan tetapi Kiam-mo Cai-li tidak mengenalnya. Hati wanita ini yang tadinya panas
mendengar kata-kata menentang dari tiga orang pertama, merasa seperti dielus-elus oleh sikap dan kata-kata
orang berpakaian sastrawan yang tampan ini. Maka dia pun membalas penghormatannya dan dengan lirikan mata
memikat dan senyum simpul manis sekali dia bertanya, "Harap maafkan, kana tetapi siapakah saudara yang manis
budi dan yang tentu memiliki ilmu kepandaian bun dan bu(Sastra dan silat) yang tinggi ini?" Laki-laki itu
tersenyum dan menjawab halus, "Saya yang rendah dinamakan orang Gin-siauw Siucai (Pelajar Bersuling Perak),
seorang yang suka bersunyi di Beng-san." Kiam-mo Cai-li kembali menjura, tersenyum dan berkata, "Aihhh, sudah
lama sekali saya telah mendengar nama besar Cin-siauw Siucai, sebagai seorang ahli silat tinggi, terutama
sekali sebagai seorang peniup suling yang mahir dan sudah lama pula mendengar akan keindahan tamasya alam di
Beng-san. Mudah-mudahan saja saya akan berumur panjang untuk mengunjungi Beng-san yang indah, menjadi tamu
Gin-siauw Siucai yang ramah dan sopan, tidak seperti kebanyakan pria yang kasar tak tahu sopan santun!" Ucapan
terkhir ini jelas ditujukannya kepada tiga orang tokoh pertama yang kasar-kasar tadi. Orang ke lima dari
rombongan itu adalah seorang tosu berusia enam puluh tahun lebih, tubuhnya tinggi kurus dan mukanya pucat,
tangan kiri memegang sebuah hudtim (Kebutan Pendeta) dan tangan kanan memegang sebuah kipas yang tiada hentinya
digoyang-goyang menipasi lehernya seolah-olah dia kepanasan, padahal hawa di Hutan Seribu Bunga itu sejuk!
Sabtu, 27 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar