Dengan wajah berseri Sin LIong lalu menggali lubang. Akan tetapi
karena dia hanya seorang anak kecil dan yang dipergunakan menggali hanyalah sebatang cangkul biasa yang kecil
pemberian orang-orang dusun dan yang biasa dia pergunakan untuk menggali dan mencari akar obat, maka tentu saja
menggali sebuah lubang untuk mengubur sebelas buah mayat bukan merupakan pekerjaan ringan dan mudah! Mula-mula
Han Ti Ong duduk di bawah pohon dan melirik ke arah muridnya itu yang bekerja keras. Disangkanya bahwa tentu
bocah itu akan kelelahan dan akan beristirahat. Akan tetapi dia kecele. Sin Liong bekerja terus biarpun kaki
tangannya sudah pegal-pegal semua, dan keringat membasahi seluruh tubuh, menetes dari dahinya dan kadang-kadang
diusapnya dengan lengan baju. Akan tetapi dia tidak pernah berhenti bekerja. Sudah setengah hari mencangkul,
baru dapat membuat lubang yang hanya cukup untuk dua buah mayat saja. Kalau dilanjutkan, agaknya untuk dapat
menggali lubang yang cukup untuk semua mayat, ia harus bekerja selama dua hari dua malam atau lebih! "Hemm,
hatinya lembut tapi kemauannya keras. Benar-benar bocah ajaib." Han Ti Ong mengomel sendiri dan dia lalu
bangkit, dirampasnya cangkul dari tangan muridnya dan tanpa berkata apa-apa lagi dia lalu mencangkul.
Gerakannya amat cepat sekali sehingga Sin Liong yang mundur dan menonton menjadi kabur pandangan matanya karena
seolah-olah tubuh gurunya berubah menjadi banyak, semuanya mencangkul dan sebentar saja telah terbuat sebuah
lobang yang amat besar dan yang cukup untuk megubur sebelas buah mayat itu. Tentu saja hati Sin lIong girang
bukan main dan satu demi satu diangkat, atau lebih tepat diseeretnya mayat-mayat itu, dimasukkan ke dalam
lubang dan air matanya bercucuran! Han Ti ong membantu muridnya mengguruk atau menutup lubang itu sehingga di
tempat itu, di depan gua tempat tinggal Sin Liong, terdapat sebuah kuburan yang besar sekali. "Sudahlah, sudah
mati ditangisipun tidak ada gunanya. Mari kita pergi!" Sin Liong merasa lengannya dipegang oleh gurunya dan di
lain saat dia harus memejamkan matanya karena tubuhnya telah "terbang" dengan amat cepatnya meninggalkan Gunung
Jeng-hoa-san, entah kemana! Akan tetapi setelah merasa terbiasa, Sin Liong berani juga membuka matanya dan
dengan penuh kagum dia melihat bahwa dia dikempit oleh suhunya yang berlari cepat seperti angin saja. Dia
mengenal pula tempat dimana suhunya melarikan diri yaitu ke sebelah timur Pegunungan Jeng-hoa-san. Tiba-tiba
dia melihat sesuatu, juga hidungnya mencium sesuatu, maka dia cepat berseru, "Suhu, harap berhenti dulu!" Han
Ti Ong berhenti. "Ada apa?" "Suhu, disana itu..." Suara Sin Liong tergetar dan ketika Han Ti Ong menoleh, dia
pun merasa jijik sekali. Yang ditunjuk oleh muridnya itu adalah sekumpulan mayat orang yang sudah menjadi mayat
rusak dan bekasnya menunjukkan bahwa mayat-mayat itu tentu diganggu oleh binatang-binatang buas sehingga
berserakan kesana-sini. "Mau apa kau?" Han Ti Ong membentak. "Suhu apakah kita harus mendiamkan saja
mayat-mayat itu? Mereka adalah bekas-bekas manusia seperti kita juga. Kasihan kalau tidak diurus..." "Wah, kau
memang gatal-gatal tangan ! Nah, hendak kulihat apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?" Han Ti Ong
menurunkan Sin Liong dan dia sendiri lalu duduk diatas sebuah batu dari tempat agak jauh. Dia sungguh ingin
tahu apa yang akan dilakukan muridnya itu terhadap mayat-mayat yang sudah demikian membusuk, bahkan dari tempat
dia duduk pun tercium baunya yang hampir membuatnya muntah. Dengan langkah lebar Sin Liong menghampiri
mayat-mayat itu, sedikit pun tidak kelihatan jijik atau segan.
Selasa, 30 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar