"Tentu saja harus jujur tidak membohongi Sin-tong akan maksud hati
sebenarnya. Misalnya yang mau mengambil murid, yang hendak menghisap darahnya atau hendak memperkosa dan
menghisap sari kejantanannya juga harus berterus terang!" Tentu saja dua orang tokoh golongan hitam itu
mendongkol sekali dan ingin menyerang Thian-tok yang licik itu. "Isi hati orang siapa yang tahu? Boleh saja kau
bilang hendak mengambil murid, akan tetapi siapa tahu kalau kau menghendaki nyawanya?" Kiam-mo Cai-li mengejek
Thian-tok. "Kau...! Majulah, rasakan Kim-kauw-pang pusakaku ini!" "Boleh! Siapa takut?" Wanita itu balas
membentak. "Siancai...!" Lam-hai Seng-jin mencela dan melangkah maju. "Apakah kalian benar-benar hendak menjadi
kanak-kanak? Katanya tadi sudah setuju, nah marilah kita mendengar sendiri siapa yang menjadi pilihan
Sin-tong." Tujuh orang itu lalu menghampiri Sin-tong yang masih duduk bersila seperti sebuah arca, hatinya
penuh kengerian menyaksikan tingkah laku tujuh orang itu. "Sin-tong yang baik. Lihatlah, kau satu-satunya
wanita di antara kami bertujuh. Lihatlah aku, seorang wanita yang hidup kesepian dan merana karena tidak
mempunyai anak, kau mendengar bahwa engkau pun sebatangkara, tidak mempunyai ayah bunda lagi. Marilah anakku,
marilah ikut dengan aku, aku akan menjadi pengganti ibumu yang mencintaimu dengan seluruh jiwaku. Mari hidup
sebagai seorang Pangeran di istanaku, di Rawa Bangkai, dan engkau akan menjadi seorang terhormat dan mulia.
Marilah Sin-tong, Anakku!" Sin Liong mengangkat muka memandang sejenak wajah wanita itu, kemudian dia menunduk
dan tidak menjawab, juga tidak bergerak, hatinya makin sakit karena dia dengan jelas dapat melihat kepalsuan di
balik bujuk-rayu manis itu, apalagi kalau dia mengingat betapa wanita ini dengan tersenyum-senyum dapat begitu
saja membunuh jiwa enam orang dusun yang tidak berdosa! Dia merasa ngeri dan tidak dapat menjawab. "Sin-tong,
aku adalah ketua dari Pat-jiu Kai-pang di Pegunungan Hong-san. Sebagai seorang ketua perkumpulan pengemis,
tentu saja aku kasihan sekali melihat engkau seorang anak yang hidup sebatangkara. Kau ikutlah bersamaku,
Sin-tong, dan kelak engaku akan menjadi raja Pengemis. Bukankah kau suka sekali menolong orang? Orang yang
paling perlu ditolong olehmu adalah golongan pengemis yang hidup sengsara, kau ikutlah dengan aku, dan Pat-jiu
Kai-ong akan menjadikan engkau seorang yang paling gagah di dunia ini!" Kembali Sin-tong memandang wajah itu
dan diam-diam bergidik. Orang yang dapat membunuh lima orang dusun sambil tertawa-tawa seperti kakek ini
sekarang menawarkan kepadanya untuk menjadi raja pengemis! Dia tidak menjawab juga, hanya kembali menundukkan
mukanya. "Anak ajaib, anak baik, Sin-tong, dengarlah aku. Aku adalah Gin-siauw Siucai, seorang sastrawan yang
mengasingkan diri dan menjadi pertapa di Beng-san. Selama hidupku aku tidak pernah melakukan perbuatan jahat
dan selama puluhan tahun aku tekun menghimpun ilmu silat, ilmu sastra dan ilmu meniup suling. Aku ingin sekali
mengangkat engkau sebagai muridku, Sin-tong." "Ha-ha-ha, kau turut aku saja, Sin-tong. Biarpun aku seorang yang
kasar, namun hatiku lemah menghadapi anak-anak. Aku sendiri memiliki seorang anak perempuan sebaya denganmu.
Biarlah kau menjadi saudaranya, kau menjadi muridku dan kau takkan kecewa menjadi murid Tee-tok. Pilihlah aku
menjadi gurumu, Sin-tong." "Tidak, aku saja! Aku Bhong Sek Bin, namaku tidak pernah kukatakan kepada siapapun
dan sekarang kukatakan di depanmu, tanda bahwa aku percaya dan suka sekali kepadamu. Akulah keturunan dari Dewa
Sakti Cee Thian Thai-seng, akulah yang mewarisi ilmu Kim-kauw-pang. Kau jadilah murid Thian-tok dan kelak kau
akan merajai dunia kang-ouw, Sin-tong." "Lebih baik menjadi muridku. Aku Thian-he Te-it Ciang Ham, di kolong
dunia nomor satu dan ketua dari Kang-jiu-pang di Secuan. Menjadi muridku berarti menjadi calon manusia
terpandai di kolong langit!" "Siancai...siancai..! Kaudengarlah mereka semua itu, Sin-tong. Semua hendak
mengajarkan ilmu silat dan memamerkan kekayaan duniawi, tidak seorangpun yang hendak mengajarkan kebatinan
kepadamu. Akan tetapi pinto (aku) ingin sekali mengambil murid kepadamu, hendak pinto jadikan engkau seorang
calon Guru Besar Kebatinan. Kau berbakat untuk itu, siapa tahu, kelak engkau akan memiliki kebijaksanaan besar
seperti Nabi Lo-cu sendiri, dan engkau menjadi seorang nabi baru. Kau jadilah murid Lam-hai Sengjin, Sin-tong!"
Hening sejenak. Semua mata ditujukan kepada bocah yang masih duduk bersila seperti arca dan yang tidak pernah
menjawab kecuali mengangkat muka sebentar memandang orang yang membujuknya. Kemudian terdengar suaranya, halus
menggetar dan penuh duka.
Sabtu, 27 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar