"Mundur kalian, kalau tidak dia
akan mati!" Melihat ancaman ini, enam orang itu terpaksa melangkah mundur semua. Laki-laki aneh itu memandang
dengan sinar mata berkilat, kemudian dia melangkah maju dan suaranya halus namun penuh wibawa ketika dia
berkata, "Kiam-mo Cai-li, lepaskan bocah yang tidak berdosa itu!" "Hi-hik, enak saja kau. Mundur atau dia akan
mampus di ujung payungku!" Dia menempelkan ujung payung yang runcing itu ke leher Sin Liong yang tak mampu
bergerak dalam pelukan lengan kiri yang kuat itu. Akan tetapi, tidak seperti enam orang kakek yang lain,
laki-laki itu masih tersenyum dan masih melangkah maju, membuat Kiam-mo Cai-li mundur-mundur dan dia berkata,
"Bocah itu tidak ada hubungan apa-apa dengan aku. Kalau kau bunuh dia, bunuhlah. Akan tetapi demi Tuhan, aku
akan menangkapmu dan akan memberikan tubuhmu kepada Beruang Es untuk menjadi makanannya!" Berkata demikian,
laki-laki itu menanggalkan jubah luarnya. "Kau...kau..Pangeran Han Ti Ong...." "Pangeran Han Ti Ong...!" Para
tokoh kang-ouw itu berteriak. "Pangeran Pulau Es....!" Kiam-mo Cai-li yang tadinya sudah merasa bahwa bocah
ajaib itu tentu dapat dibawanya, menjadi marah sekali. Dia menjerit dengan lengking panjang rambutnya menyambar
ke depan, ke arah leher Pangeran Han Ti Ong, dan pedang payungnya juga meluncur dengan serangan yang dahsyat.
Laki-laki itu, yang disebut Pangeran Han Ti Ong, tenang-tenang saja, tidak mengelak ketika ujung rambut yang
tebal itu seperti seekor ular membelit lehernya, akan tetapi ketika pedang payung berkelebat menusuk, dia
menangkap payung itu dan sekali menggeakkan tangan pedang payung itu dan sekali menggerakkan tangan pedang
payung itu membabat putus rambut yang melibat lehernya. Tangannya tidak berhenti sampai di situ saja. Selagi
Kiam-mo Cai-li menjerit melihat rambut yang dibanggakan dan andalkan itu putus setengahnya, kedua tangan
Pangeran Han Ti Ong bergerak, dan tahu-tahu tubuh Sin Liong dapat dirampasnya setelah lebih dulu dia menampar
punggung wanita iblis itu sehingga tubuh Kiam-mo Cai-li menjadi lemas dan seperti lumpuh! Dengan Sin Liong
dalam pondongan lengan kirinya, kini Pangeran Han Ti Ong membalik dan menghadapi tujuh orang itu, tidak
mempedulikan Kiam-mo Cai-li yang mangeluh dan merangkak bangun. "Apakah masih ada diantara kalian yang hendak
mengganggu anak ini? Sekali ini aku tentu tidak akan bersikap halus lagi!" "Siancai....!" Lam-hai Sian-jin
menjura, "Harap Ong-ya maafkan pinto yang tidak mengenal Ong-ya sehingga bersikap kurang ajar." "Maafkan aku,
Pangeran." "Maafkan saya..." Enam orang kakek itu menggumam maaf, hanya Kiam-mo Cai-li saja yang tidak minta
maaf, bahkan wanita ini berkata, "Pangeran Han Ti Ong, kau tunggu saja, Kiam-mo Cai-li tidak biasa membiarkan
orang menghina tanpa membalas dendam!" "Hemmm, terserah kepadamu. Aku selalu berada di Pulau Es. Nah, pergilah
kalian, orang-orang tua yang tak tahu diri, tega mengganggu seorang bocah." Dengan kepala menunduk, tujuh orang
tokoh kang-ouw yang namanya terkenal itu meninggalkan Hutan Seribu Bunga. Karena mereka mempergunakan
kepandaiannya, maka hanya nampak bayangan-bayangan mereka berkelebat dan sebentar saja sudah lenyap dari tempat
itu. "Hemmm...berbahaya..." Han Ti Ong melepaskan Sin Liong dan menghela napas panjang sambil memandang bocah
itu yang sudah berlutut di depannya. "Locianpwe selain sakti dan budiman juga cerdik sekali..." Sin Liong
berkata memuji sambil memandang wajah Pangeran itu dengan kagum. Han Ti Ong mengerutkan alisnya. "Hemmm,
mengapa kau mengatakan demikian, terutama apa artinya kau mengatakan aku cerdik?" "Locianpwe mengalahkan
mereka, berarti Locianpwe sakti sekali, Locianpwe mengampuni dan membiarkan mereka lolos, berarti Locianpwe
budiman, dan Locianpwe tadi mencatat gerakan-gerakan mereka dan kemudian mengalahkan mereka dengan ilmu mereka
sendiri yang sudah Locianpwe catat berarti Locianpwe cerdik sekali." Wajah yang gagah itu berubah, mata yang
tajam itu memandang heran dan kagum, kemudian dia berkata, "Wah, dalam kecerdikan, belum tentu kelak aku dapat
melawanmu! Akal dan kecerdikan memang amat perlu untuk mempertahankan hidup di dunia yang penuh bahaya ini.
Tahukah engkau bahwa tanpa menggunakan akal budi, memanaskan hati mereka dengan mengalahkan mereka dengan ilmu
mereka sendiri, kalau mereka maju bersama mengeroyokku, belum tentu aku dapat menang! Sekarang kau sudah bebas
dari bahaya, nah, aku pergi...!" Melihat orang itu membalikkan tubuh dan melangkah pergi dari situ, Sin Liong
memandang ke arah mayat sebelas orang dusun yang masih menggeletak di situ maka dia berseru, "Locianpwe....".
Pangeran Han Ti Ong berhenti melangkah dan menoleh. Dia merasa heran sendiri. Tidak biasa baginya untuk
mentaati perintah orang kecuali suara ayahnya, raja ketiga dari Pulau Es. Akan tetapi, ada sesuatu dalam suara
bocah itu yang membuat dia mau tidak mau menghentikan langkahnya, lalu menoleh dan bertanya, "Ada apa lagi?"
Selasa, 30 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar